Selamat datang diblog , yang selalu menyediakan Artikel yang tentunya bermanfaat, pada kesempatan ini akan membahas tentang "Negara-Negara Tradisional Islam Di Indonesia". Di Indonesia kala itu, terdapat berbagai negara kerajaan Islam yang berkuasa atau menguasai wilayah masing-masing dan sampai saat ini sudah banyak buku-buku sejarah yang memuat akan sejarah dari negara-negara kerajaan Islam. Berikut ini merupakan artikel yang disusun sedemikian singkat agar mudah untuk dipahami para pembaca ataupun pengunjung, dan kurang lebihnya mohon maaf!!! Selamat membaca!!!
Sistem Negara Kerajaan Islam
Sudah sejak lama para pedagang kita menjalin interaksi dengan para pedagang dari kawasan Timur Tengah. Dampaknya adalah di sepanjangtepi pantai Nusantara muncul dan berkembang pusat-pusatperdagangan. Dalam perkembangannya, pusat-pusat perdagangan ituberubah menjadi pusat pemerintahan.
Peta Kuno Dalam Kesultanan |
1. Negara Kerajaan Samudera Pasai
Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa Islam masuk pertama kali di Nusantara melalui Samudera Pasai. Ada beberapa alasan yangbisa mendukungnya. Ujung utara Pulau Sumatra merupakan tempat persinggahan kapal-kapal yang hendak ke pelabuhan Malaka. Apalagi saat itu Selat Malaka merupakan pintu gerbang utama pelayaran dan perdagangan dunia. Dari aktivitas perdagangan dan pelayaran itulah muncul permukiman-permukiman muslim di sepanjang pantai timur Laut Sumatra. Ada beberapa sejarawan yang berpendapat bahwa dari sinilah munculnya Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai. Perlak belum sempat berkembang sebagai pusat kekuatan politik Islam, Marah Silu berhasil mendirikan Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan Perlak pun tenggelam dalam kebesaran Kerajaan Pasai. Pelan-pelan kerajaan ini menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan dunia Barat dan Timur.
a. Kehidupan Politik
Menurut Marco Polo (Venetia), raja pertama kerajaan ini adalah Marah Silu yang bergelar Sultan Malik as-Saleh (1285–1297). Raja berikutnya berturut-turut adalah Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik at-Tahir I (1297–1326), Sultan Ahmad yang bergelar Sultan Malik at-Tahir II (1326–1348). Tidak banyak catatan mengenai kerajaan ini kecuali yang berasal dari Ibnu Batutah yang pernah datang berkunjung tahun 1345. Ia memberitakan bahwa Samudera Pasai telah menjalin komunikasi dan hubungan diplomasi dengan Kerajaan Delhi. Rajanya sangat dihormati rakyat dan menjadi pemimpin agama dengan dibantu seorang patih yang bergelar Amir.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Sebagai sebuah kerajaan Islam, Samudera Pasai menempatkan ajaran agama Islam sebagai nilai kehidupan sehari-hari. Sultan merupakan figur sentral bagi rakyat, bahkan secara berkala ia berkeliling ke berbagai wilayah kekuasaannya selepas salat Jumat. Sultan sering turun langsung untuk menemui rakyat dan mendengarkan pendapatnya. Selain itu, sultan senantiasa didampingi oleh para ulama dan pemikir Islam yang membimbing kehidupan sultan dan rakyatnya.
c. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi Kerajaan Samudera Pasai banyak dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dan kedudukannya sebagai bandar pelabuhan. Apalagi pengaruh Pasai semakin luas karena didukung oleh armada laut yang kuat. Komoditas yang diperdagangkan antara lain lada, kapur barus, dan emas. Bahkan, Kerajaan Samudera Pasai telah menggunakan alat tukar dirham.
2. Negara Kerajaan Demak
Menurut catatan historiografi tradisional, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah. Saat Majapahit masih menjadi kerajaan yang kuat dan besar, Demak adalah salah satu kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit mengalami kehancuran, Demak berubah menjadi kerajaan Islam pertama di tanah Jawa dengan ibu kota di Bintoro. Letaknya yang strategis di antara Bergota (pelabuhan Kerajaan Mataram wangsa Syailendra) dan Jepara, menempatkan Demak sebagai kerajaan yang penting di Nusantara.
a. Kehidupan Politik
Raja pertama Kerajaan Demak adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah. Posisi Demak yang strategis menempatkannya sebagai pengganti Malaka, saat Portugis berhasil menguasai bandar terbesar di Asia Tenggara tersebut. Bahkan, Demak berani memblokade pengiriman beras ke Malaka hingga membuat Portugis kekurangan makanan. Pelan-pelan kekuasaan Demak meliputi sebagian besar Jawa terutama saat Sultan Trenggono memegang tampuk kerajaan. Yang fenomenal dari ekspansi Demak adalah saat menghancurkan Portugis di Teluk Jakarta tahun 1526. Pasukan Demak di bawah Fatahillah akhirnya bisa merebut Sunda Kelapa tanggal 22 Juni 1527 dan diubah namanya menjadi Jayakarta. Sepeninggal Sultan Trenggono, Demak dilanda perang saudara. Pusat kekuasaan pun bergeser ke pedalaman dan berpindah ke Pajang.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan kebudayaan banyak diwarnai oleh nilai-nilai agama Islam. Apalagi Demak merupakan pusat penyebaran dan pengembangan agama Islam dengan tokoh utama wali sanga. Masing-masing wali memiliki cara dan strategi sendiri-sendiri saat harus menyebarkan agama Islam di kalangan rakyat yang masih terpengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Media yang digunakan pun beraneka ragam, sehingga menghasilkan kebudayaan yang beragam pula. Para wali tidak canggung untuk menggunakan media wayang untuk kegiatan dakwah mereka.
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, para wali menempati posisi yang penting. Di dalam lingkungan keraton, para wali menjadi penasihat spiritual raja beserta keluarganya. Sementara itu, tidak sedikit wali yang membuka pondok pesantren untuk mendidik santri dari berbagai daerah. Kuatnya pengaruh wali dalam kehidupan sosial masyarakat, menyebabkan tradisi peninggalan wali masih banyak yang diterapkan oleh sebagian besar kalangan rakyat Jawa.
c. Kehidupan Ekonomi
Sebagai salah satu bandar pelabuhan di Nusantara, Demak memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan perekonomian antarpulau. Komoditas yang dipasarkan antara lain beras yang dihasilkan daerah pedalaman dan rempah-rempah dari Indonesia Timur. Aktivitas perdagangan maritim itu menyebabkan Kerajaan Demak mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Banyak kapal berlalu lalang di kawasan Laut Jawa untuk memasarkan komoditasnya.
3. Negara Kerajaan Banten
Kerajaan Banten sejak abad XVI telah masuk di dalam literatur Portugis sebagai pelabuhan penting untuk kegiatan ekspor lada. Diduga kerajaan ini berdiri pada tahun 1525, berawal dari permukiman Demak yang dirintis oleh Nurullah. Namun, sebuah sumber historiografi Banten menyebutkan bahwa pendiri kerajaan itu adalah Hasanuddin (seorang menantu sultan Demak).
a. Kehidupan Politik
Kehadiran Kerajaan Banten tidak bisa dilepaskan dari Kerajaan Demak. Namun dalam perkembangannya, Banten berusaha melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Raja-raja yang terkenal dari Banten antara lain Sultan Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abulfuki, dan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari raja-raja itu, masing-masing berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan beragam cara. Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Pajajaran, Maulana Muhammad menguasai Lampung, Bengkulu, dan Palembang untuk menguasai lada Sumatra, serta menancapkan kekuasaan maritim pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa Tirtayasa, para pedagang dari India, Arab, Cina, Portugis,dan Belanda berdatangan ke Banten untuk memperdagangkan rempah-rempah dan lada.
Hanya saja, kedatangan pedagang Belanda tahun 1596 telah membuka konflik dengan Banten karena keinginannya untuk memonopoli perdagangan. Belanda terusir dari Banten tetapi mampu membuat benteng dan bercokol di Jayakarta. Dari sinilah Belanda memulai operasinya untuk menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk di Nusantara. Dengan siasat devide et impera Belanda mampu menguasai Banten setelah berhasil memengaruhi Sultan Haji. Raja-raja Banten pun dijadikan boneka untuk kepentingan politiknya.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya masyarakat Banten sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan dan pelayaran. Interaksi antarpedagang yang berasal dari berbagai kawasan ternyata membuat kehidupan masyarakat menjadi semakin terbuka dan dinamis. Apalagi para pedagang luar itu banyak mendirikan perkampungan di sepanjang pantai dan pusat-pusat perdagangan. Dari sinilah muncul kampung-kampung Keling (India), Pekojan (Arab), dan Pecinan (Cina). Selain itu, muncul juga permukiman yang berdasarkan kesamaan pekerjaan seperti Kampung Pande (perajin besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah), dan Kampung Kauman (para ulama).
Sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam, maka Kerajaan Banten juga memiliki banyak bukti. Hal itu bisa dilihat dari peninggalan sejarahnya berupa Masjid Agung Banten. Masjid ini memperlihatkan akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam, dan Eropa, dibangun pada masa Sultan Ageng Tirtayasa dengan arsitek Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang beragama Islam. Ia juga merupakan arsitek dari pembangunan pesanggrahan Tirtayasa, benteng Kota Inten dan beragam peninggalan sejarah di Banten.
c. Kehidupan Ekonomi
Banten menjadi pusat kegiatan perdagangan dan pelayaran di Indonesia bagian barat setelah Malaka jatuh pada tahun 1511. Hal ini didukung oleh letaknya yang strategis di sekitar Selat Sunda dan Selat Malaka. Pelabuhan Banten saat itu merupakan pelabuhan ekspor untuk perdagangan lada. Selain itu, keuntungan yang didapat dari bidang perdagangan lada, digunakan untuk mengembangkan sektor pertanian di pedalaman.
4. Negara Kerajaan Mataram
Keberadaan Kerajaan Mataram tidak bisa dilepaskan dari Kerajaan Demak. Perang saudara yang terjadi di Kerajaan Demak menyebabkan pusat kekuasaan bergeser ke arah pedalaman, yaitu ke Pajang dan Mataram. Dalam perkembangannya, Mataram menjelma menjadi sebuah kerajaan Islam besar di Jawa setelah konflik juga melanda Kerajaan Pajang.
a. Kehidupan Politik
Kerajaan Mataram yang terletak di Kota Gede Yogyakarta ini didirikan oleh Sutawijaya. Raja-raja yang terkenal antara lain Sutawijaya (Panembahan Senopati), Mas Jolang (Sultan Anyakrawati), dan Mas Rangsang (Sultan Agung Senopati ung Alogo Ngabdurrahman). Wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram berkembang mulai dari sebuah kadipaten hingga menguasai kawasan Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon. Di tangan Sultan Agung, kekuasaan diperluas lagi hingga seluruh Jawa kecuali Batavia dan Banten. Karena, di kedua kota ini bercokol Belanda yang telah memiliki kedudukan yang kuat.
Untuk menaklukkan seluruh Jawa, Sultan Agung menyerang kedudukan Belanda di Batavia selama dua kali yaitu tahun 1626 dan 1629. Keduanya mengalami kegagalan karena jauhnya jarak tempuh, dibakarnya lumbung padi oleh VOC, serangan penyakit, dan kekalahan persenjataan. Kerajaan Mataram mulai lemah sepeninggal Sultan Agung. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya raja yang cakap, terjadinya konflik intern, dan masuknya pengaruh Belanda ke dalam lingkungan kerajaan. Mataram berhasil dipecah oleh Belanda melalui Perjanjian Giyanti tahun 1755 menjadi Kesultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwono I dan Kesunanan Surakarta di bawah Sunan Paku Buwono II. Dua tahun kemudian, Belanda kembali memecah Mataram dengan menambah dua kerajaan (Mangkunegaran dan Pakualaman) melalui Perjanjian Salatiga tahun 1757.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Berbeda dengan Kerajaan Demak yang masih bercorak maritim, Kerajaan Mataram lebih menonjol sebagai kerajaan agraris dengan ciri feodalisme. Raja merupakan pemilik seluruh tanah kerajaan beserta seluruh isinya. Sultan juga memiliki peran sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan agama Islam. Kehidupan sosial budaya pada masa Kerajaan Mataram berkembang pesat baik di bidang seni sastra, bangunan, lukis, dan ukir. Banyak pengaruh Hindu yang masuk dalam kebudayaan Islam pada masa ini. Misalnya gapura Candi Bentar di makam Bayat dan perayaan Grebeg.
c. Kehidupan Ekonomi
Sebagai sebuah kerajaan agraris, maka Mataram banyak bertumpu pada sektor pertanian. Basis pertanian itu terletak di Jawa bagian tengah dengan komoditas utama beras. Pada abad XVII, Mataram merupakan pengekspor beras terbesar di Nusantara. Selain mengandalkan sektor pertanian, Mataram juga menguasai bidang perdagangan dengan komoditas utamanya beras dan palawija.
5. Negara Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar yang membentuk persekutuan tahun 1528 dengan nama Makassar. Kerajaan ini terletak di tepi jalur utama perdagangan antara Malaka–Maluku. Dampaknya adalah tempat ini menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari berbagai kawasan. Semakin lama, Makassar memainkan peranan penting di dalam pelayaran dan perdagangan di Nusantara.
a. Kehidupan Politik
Sebetulnya ada banyak kerajaan di sekitar Makassar. Misalnya Gowa, Tallo, Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng. Namun, hanya Gowa dan Tallo yang menggabungkan diri menjadi satu kekuatan dengan nama Makassar. Raja Makassar yang pertama masuk Islam adalah Karaeng Matoaya dengan gelar Sultan Alaudin (1593– 1639). Penguasa selanjutnya adalah Malekul Said (1639–1653), berhasil membuat Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim. Puncak kegemilangan Kerajaan Makassar terjadi saat Sultan Hasanuddin memegang tampuk kekuasaan. Di tangannya, Kerajaan Makassar berkembang menjadi sebuah kerajaan dengan jaringan perdagangan yang kuat dan pengaruh yang luas. Sultan Hasanuddin adalah seorang raja yang antimonopoli, sehingga ketika Belanda datang ingin menguasai jaringan perdagangan yang telah lama terbentuk, ia menentang dengan keras. Keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan diIndonesia bagian timur jelas tidak bisa diterima oleh sultan. Konflik terjadi dan Hasanuddin berhasil menghalau pasukan VOC dari kawasan Maluku. Namun, upaya Belanda untuk menguasai jaringan perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur itu tidak pernah surut. Dengan siasat adu domba, Belanda berhasil memanfaatkan Aru Palaka (Raja Bone) untuk memasukkan pengaruhnya. Saat itu, Kerajaan Bone masuk dalam kekuasaan Kerajaan Makassar. Akhirnya, pada tahun 1667 Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya dengan Belanda. Isi perjanjian itu antara lain VOC diperbolehkan memonopoli perdagangan dengan mendirikan benteng, Makassar melepaskan wilayah-wilayah kekuasaannya, dan Aru Palaka dirajakan di Bone.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Sudah sejak lama suku bangsa Bugis dikenal sebagai bangsa pelaut yang ulung. Salah satu hasil budayanya yang mengagumkan adalah perahu pinisi. Dengan menggunakan perahu itu, mereka mengarungi lautan lepas dan membangun jaringan pelayaran dan perdagangan antarpulau bahkan antarkawasan. Para penguasa Gowa sudah sejak lama menerapkan prinsip mare liberum atau laut bebas. Meskipun begitu, mereka sangat terikat dengan dengan norma adat yang ketat. Norma yang dianut masyarakat Makassar biasa disebut pangadakkang bersumber dari ajaran agama Islam. Bahkan hingga kini, masyarakat Makassar terkenal dengan penghormatannya yang kuat pada norma-norma adat. Struktur sosial masyarakat Makassar meliputi golongan bangsawan yang disebut karaeng, rakyat kebanyakan yang disebut to maradeka dan hamba sahaya yang disebut ata.
c. Kehidupan Ekonomi
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar menjadi kerajaan maritim yang besar dan menjelma menjadi pusat perdagangan di kawasan Indonesia bagian timur. Ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya: Malaka jatuh ke tangan Portugis, beralihnya para pedagang, mundurnya peran Jawa, dan letaknya yang strategis. Meskipun harus melayani kepentingan beragam pedagang yang berasal dari berbagai bangsa, namun Kerajaan Makassar tetap mampu mengatur aktivitas perdagangan tersebut secara tertib dan adil.
6. Negara Kerajaan Ternate dan Tidore
Kepulauan Maluku telah lama dikenal di dunia perdagangan. Salah satu penyebabnya adalah produksi rempah-rempah yang mampu menopang kebutuhan dunia antara abad XV–XVII. Tingginya permintaan akan rempah-rempah itu, mendorong munculnya persekutuan beberapa daerah di Maluku Utara. Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon menggabungkan diri menjadi Ulilima, sedangkan Tidore, Makayan, Jailolo, dan Kepulauan Halmahera menggabungkan diri menjadi Ulisiwa. Hanya saja, kedua kelompok penghasil rempah-rempah itu justru terjadi persaingan yang saling melemahkan. Apalagi setelah bangsa Barat datang di Kepulauan Maluku untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung.
a. Kehidupan Politik
Kehidupan politik di kawasan Kepulauan Maluku sangat dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan rempah-rempah. Kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan ini mempunyai andil yang sangat besar di dalam pertikaian antarkerajaan di Kepulauan Maluku. Bangsa Barat pertama yang datang adalah Portugis, bahkan tahun 1512 bersekutu dengan Ternate dan membangun benteng pertahanan. Lalu, Spanyol datang dan membangun persekutuan dengan Tidore. Keterlibatan kedua bangsa asing itu memperuncing pertikaian yang terjadi antara kedua bangsa dan kerajaan. Bahkan, pertikaian itu harus diselesaikan oleh Paus melalui Perjanjian Saragosa. Dampaknya adalah Maluku berada di bawah kekuasaan Portugis, sementara itu Spanyol harus hengkang dan menduduki Filipina. Dalam perkembangannya, Portugis berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah dan menguasai Kepulauan Maluku. Tindakan ini mendapat perlawanan rakyat dari kedua kerajaan. Perang terjadi dan Sultan Hairun (Ternate) tewas terbunuh dalam sebuah pertempuran tahun 1570.
Perlawanan berikutnya diteruskan oleh Sultan Baabullah dengan merebut Benteng Sao Paolo pada tahun 1575. Portugis menyerah dan Kepulauan Maluku jatuh ke tangan Sultan Baabullah hingga ia mendapat sebutan ”Tuan dar 72 Pulau”. Kerajaan Ternate pun mencapai puncak kegemilangannya.
b. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya di Kepulauan Maluku diwarnai oleh dua agama, yaitu Islam dan Katolik, sementara itu daerah pedalaman masih memercayai animisme dan dinamisme. Islam masuk ke Maluku dibawa oleh para dai dan pedagang dari Jawa yang datang ke Maluku untuk berdagang rempah-rempah. Sedangkan agama Katolik dibawa oleh bangsa Portugis. Dalam perkembangannya, Portugis berhasil mengadu domba rakyat Maluku dengan dasar agama. Tetapi, berkat persatuan di antara rakyat Ternate dan Tidore, perbedaan itu bisa diatasi hingga tidak saling mengalahkan. Kita kini masih bisa menyaksikan sisa-sisa kebesaran Islam di Maluku baik berupa peninggalan masjid, istana, benteng, keraton, dan benda-benda bersejarah lainnya.
c. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi rakyat sangat dipengaruhi oleh perkebunan rempah-rempah dan aktivitas perdagangan. Ternate dan Tidore dikenal sebagai produsen utama komoditas rempah-rempah yang banyak diperjualbelikan dalam perdagangan dunia abad XV–XVII. Semakin ramai kegiatan perdagangan semakin besar pula kesempatan rakyat untuk menikmati kesejahteraan. Akan tetapi, karena praktik monopoli VOC dalam perdagangan yang diikuti dengan kebijakan ekstirpasi, kehidupan rakyat semakin hancur dan menderita.
Itulah beberapa contoh negara kerajaan tradisional yang pernah ada di Indonesia. Masing-masing mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri dan mempunyai peran yang berlainan. Sebagian dari sisa-sisa peninggalan sejarahnya masih bisa kita saksikan hingga kini. Bahkan, pengaruhnya pun juga masih bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Terimakasih Sudah menyempatkan Anda membaca ulasan Ini!!!