Sabtu, 16 Mei 2020

Endrasekti / Sugatawati

Gadis Rantau

Di kerajaan Dwarawati, prabu Kresna menerima kedatangan prabu Baladewa raja Mandura, meghadap pula putra mahkota Dwarawati, raden arya Samba, raden Partadyumna, ipar raja raden Arya Setyaki.

Pemikiran Prabu Kresna, berkisar membicarakan lolosnya iparnya ialah Satriya Madukara, raden janaka. Prabu Baladewa memberitakan, sepanjang pendengarannya, bahwa satruya madukara sekarang merajakan dirinya di Bulukatiga, untuk itu prabu Baladewa berkehendak akan menyusulnya, untuk diajak kembali ke kerajaan Dwarawati. Gagasan prabu Baladewa disetujui oleh Prabu kresna.

Selesailah pertemuan hari itu, prabu Baladewa mengerahkan segenap wadyabalanya, diperintahkannya kepada patih Udawa untuk segera berangkat ke Bulukatiga, demikian pula tak ketinggalan turut serta raden arya Wisata, raden samba dan patih Pragota, Prabawa.

Di dalam keraton, Prabu Kresna menjelaskan kesemuanya kepada permaisuri. Dewi Jembawati, Dewi Rukmini dan Dewi Setyabona kesemuanya menghiyakan atas kehendak prabu Baladewa, menyongsong raden janaka ke Bulukatiga.

Di kahyangan batari Pramuni, ialah setragandamayu, Batara kala yang berujud raden Janaka jadian, mengutarakan maksudnya kepada batari Pramuni, bahwasanya dia merajakan dirinya sebagai raden Janaka di Bulukatiga, tak lain dengan maksud akan sekedar mendapatkan sebaguian kewibawaan yang didapat Hyang Wisnu, sebagai saudara tuanya akan tetapi dirasanya sangat sulit dan sukar. Hyang Pramuni segera memerintahkan kepada batara Kala, untuk segera kembali ke kerajaan Bulutiga, diberinya bantuan wadyabala raksasa siluman. Tujuan raden Janaka jadian, akan menyerang kerajaan Dwarawati, setelah didapatnya bantuan wadya siluman, diperintahakannya untuk segera berjaga-jaga di sekitar telatah Dwarawati, dan berangkatlah mereka menunaikan tugasnya masing-masing.

Wadyabala silumannya batara Kala, Jaramaya, Jurumeya dan Rinumaya di tengah jalan, bertemu dengan wadyabala Mandura, terjadilah peperangan. Keduanya segera menjauhkan dari keterlibatan peperangan yang lebih parah,sehingga masing-masing berusaha melanjutkan perjalanannya.

Di pertapaan Endragiri, bagawan Endrasekti yang sedang menderita sakit, seluruh badannya kelihatan membengkak, dihadap oleh kedua putranya, Bambang Endrakusuma dan Endang Sugatawati, tak lupa menghadap pula Kyai Semar,Nalagareng dam Petruk. Begawan Endrasekti segera memerintahkan kepada putranya Bambang Endrakusuma dan Endang Sugatawati, untuk pergi menemui retna wara Sumbadra ke Banoncinawi, untuk meminta petuah dan saran bagaimana sang begawan Endrasekti akan dapat sembuh dari penderitaan sakitnya. Kepergian kedua putranya, diberinya makan berupa jenang madurasa, untuk dipersembahkan kepada retna wara Sumbadra. Mohon dirilah mereka, untuk segera pergi ke taman Banoncinawi, dengan diiringkan kyai Semar, Nalagareng dan Petruk.

Di pertengahan perjalanannya, mereka bertemu wadyabala siluman dari hutan Krendayana , terjadilah peperangan, Wadyabala raksasa siluman dari hutan Krendayana, dapat ditumpas oleh Bambang Endrakusuma. Lajulah mereka meneruskan perjalanan nya.

Di Kerajaan Bulutiga, raden Janaka jadian berbincang dengan patih Kuntalabahu, maksudnya tak lain bagaimana cara yang harus ditrapkan dan diusahakan dalam menempuh untuk membunuh prabu Kresna, raja Dwarawati. Agaknya jalan yang aman, ialah dengan mengabdikan dirinya ke prabu Kresna, dengan demikian terbukalah jalan untuk lebih banyak kesempatannya membunuh raja Kresna. Belum selesai mereka berembug, datanglah Baladewa, yang sebenarnya tidak merasa bahwasanya raden Janaka yang dihadapinya palsu. Janaka jadian merasa bahagia sekali ketamuwan prabu Baladewa, segeralah menyembah, dan menghaturkan bekti. Prabu Baladewa mengutarakan maksudnya, akan memboyongi raden Janaka, dan tak keberatan. Segera raden Janaka jadian diboyong oleh prabu Baladewa ke kerajaan Dwarawati.

Di taman Banoncinawi, retna wara Sumbadra dihadap oleh retna wara Srikandhi, dyah Rarasati, dan dyah Sulastri. Pembicaraab berkisar perihal kepergian raden Janaka, yang sudah lama tak kunjung kabar maupun beritanya. Menghadaplah Endang Sugatawati, menguraikan maksud dan tujuannya, yang tak lain diutus oleh ayahanda Begawan Endrasekti dari pertapaan Endragiri untuk menyampaikan makanan yang berwujud jenang madurasa serta memohon sarana obat penyembuh dari sakitnya sang begawan. Jenang Madurasa yang dibuntel daun upih diterima oleh Dewi Srikandhi, dan segera dihaturkan kepada retna Wara Sumbadra, tampaklah bukan makanan yang berupa jenang didalamnya, akan tetapi seperangkat busana, yang berwujud dodot limar katangi, yang tak lain, sebenarnya busananya raden Janaka, kesatriya Madukara.

Setelah dodot (kain) dibuka, didalamnya terselip sepucuk surat yang berbunyi ," Dinda yang kusayang, kudoakan kepada dinda semoga bahagia. Kanda bermohon diri untuk kembali ke alm baka." Retna Wara Sumbadra jatuh pingsan, seluruh isi Banoncinawi geger, segera Dewi Sumbadra diberikan pertolongan pertama, Dewi Srikandhi melapor ke kerajaan Dwarawati. Endang Sugatawati yang melihat Dewi Sumbadra jatuh pingsan, segera melarikan diri keluar dari Banoncinawi.

Di kerajaan Amarta, prabu Yudistira dihadap oleh raden Wrekudara, raden arya Nakula dan arya Sadewa. Arya Wrekudara diutus oleh kakandanya prabu Puntadewa, untuk segera berangkat mencari raden Janaka.

Prbu Kresna raja Dwarawati, menerima kedatangan prabu Baladewa yang menyerahkan kembali raden Janaka yang merajakan dirinya di Bulukatiga. Kepada raden arya Samba, diperintahkan untuk menempatkan raden Dananjaya (Janaka) jadian ke pesanggrahan kadipaten Paranggaruda. Datanglah retna wara Srikandhi, melapor kepada prabu Baladewa, dan prabu Kresna segala ihwal yang baru saja terjadi di Banoncinawi.
Prabu Baladewa setlah mendengar laporan tersebut, segera pergi untuk mencari Endang Sugatawati, yang menjadi huru-hara di Banoncinawi.Bertemulah prabu Baladewa dengan Endang Sugatawati segera dibunuhnya, bangkai ditinggal. Raden arya Samba, menemukannya, segera jenazah Endang Sugatawati diangkutnya, dan dioukulnya tanda, bahwa ada pembunuhan.

Bambang Endrakusuma, yang menanti adiknya di luar, mendengar suara bertalu-talu bunyi titir, segera mendapatkan keterangan bahwasanya adiknya, Endang Sugatawati dibunuh oleh prabu Baladewa, segeralah pergi meninggalkan kerajaan Dwarawati, untuk melapor keayah keayahandanya begawan Endrasekti di pertapaan Endragiri.

Raden Arya Wrekudara menerima penelasan dari sang wiku Kapiwara (Anoman), bahwasanya raden Janaka akan timbul di kerajaan Dwarawati, untuk menyongsongnya raden arya Wrekudara bermohon diri, laju ke kerajaan Dwarawati.

Di pertapaan Endragiri, begawan Endrasekti menerima laporan dari Bambang Endrakusuma, perihal kematian Endang Sugatawati dari tangan prabu Baladewa. Kemarahan begawan Endrasekti, menjadikan dirinya kuasa untuk duduk, berdirilah begawan Endrasekti dipapah oleh Bambang Endrakusuma, dan para panakawan. Selangkah, musnahlah begawan Endrasekti dengan keseluruhan raganya, Bambang Endrakusuma yang menyadari bahwa ayahandanya musna, segera menyusul ke kerajaan Dwarawati, diikuti oleh para panakawan. Prabu Kresna, menerima raden arya Samaba, yang membawanya untuk menghidupkan lagi, dengan kesaktian bunga Jayakusuma, Endang Sugatawati hidup kembali. Raden Samba diperintahkan untuk memboyong Endang Sdugatawati, masuk ke keraton.

Raden Janaka jadian, memohon kepada prabu Baladewa, untuk bertemu dengan istrinya retna Wara Sumbadra, dan diijinkan. Sementara di taman Banoncinawi, retna Wara Sumbadra telah bangkit dari kepingsannya. Begawan Endrasekti bertemu dengan raden Janaka jadian dalam pertengahan perjalanannya, terjadilah peperangan. Janaka setelah dilepasi oleh begawan Endrasekti dengan senjata saktinya, babar wujud batara Kala, dan melarikan diri.

Raden arya Wrekudara melapor ke prabu Kresna, dan prabu Baladewa, sementara mereka berbincang, datanglah wadyabala Dwarawati, melapor musuh dari Bulutiga mengamuk.


Raden arya Wrekudara mengundurkan wadyabala Bulutiga, Sri Kresna menjelaskan kepada raden arya Wrekudara segala hal ihwal yang telah terjadi, bahwasanya raden Janaka telah kembali dengan selamat, sekarang berada dengan istrinya Dewi Sumbadra, di taman Banoncinawi. Bersukacitalah seluruh Dwarawati, bersyukur kepada dewa, Janaka telah kembali berkumpul dengan istrinya, Dewi Sumbadra.