Rok makin mekar, laba makin mengembang
Anak perempuan identik dengan penampilan yang lucu dan menggemaskan. Bukan saja gaya bicara dan tingkah lakunya, penampilan mereka juga semakin menarik dengan paduan baju yang indah dan ceria. Tren fashion juga menyentuh mereka.
Setahun belakangan ini, tren fashion yang melanda banyak anak perempuan adalah rok tutu. Ini adalah sejenis rok yang kerap dipakai oleh balerina saat manggung. Bentuknya yang mini tapi mengembang menambah kesan girly saat dipakai. Tak heran, anak-anak kecil ini begitu mengimdamkannya.
Rok tutu biasanya terbuat dari kain tile atau brokat. Rok itu disusun hingga beberapa lapis. Bagian dalamnya biasanya terbuat dari lapisan kain yang kaku, untuk membuat rok ini mengembang. Lantaran ditujukan untuk anak perempuan, bahan yang digunakan rok tutu biasanya berwarna cerah.
Walaupun belum memiliki anak pada 2009, Tengku Fiola Ananta, toh, tak urung untuk menekuni bisnis rok tutu. Awal ketertarikan Fiola adalah cerita sang kakak tentang pakaian itu yang sedang booming di tempat tinggalnya, Cape Town, Afrika Selatan. Sang kakak pun rela merogoh kocek Rp 1,5 juta untuk menebus rok tutu demi buah hatinya.
Fiola lantas menangkap peluang. “Kalau kakak saya mau beli semahal itu, berarti bisnis ini memang ada pasarnya,” ujar dia. Mantan penyiar berita di salah satu televisi swasta ini pun mulai melakukan riset rok tutu. Selain melihat model di berbagai website, Fiola juga mempelajari cara mendesain dan menjahit tutu lewat tutorial di situs Youtube.
Setelah menemukan penjahit yang sanggup membuat rok tutu seperti keinginannya, Fiola pun berburu kain. Kain tile, merupakan bahan utama rok tutu. “Saya bisa mendapatkan importir yang menjual tile seharga Rp 35.000 per meter. Tapi, belinya harus gulungan sepanjang 10 meter,” kata perempuan kelahiran Jakarta,
6 November 1980 ini.
Dia memilih tile prancis buatan China karena bahan itu halus hingga tak gatal saat dipakai. Dia menilai, tile buatan lokal, kendati lebih murah harganya, namun, kainnya sangat tipis sehingga mudah koyak. Selain itu, tekstur tile buatan lokal juga dinilai Fiola kasar, dan bisa menimbulkan iritasi pada kulit pemakaiannya.
Dengan modal Rp 4 juta, Fiola pun memulai bisnisnya. Modal itu ia gunakan untuk membeli tiga mesin jahit bekas serta bahan kain. Supaya gampang diingat, ia pasarkan produknya dengan merek Rumah Tutu. Dia memasang banderol harga rok tutunya Rp 150.000 per helai.
Sekarang, dalam seminggu, Fiola bisa memproduksi 300 helai rok tutu. Omzet yang dikantongi berkisar Rp 100 juta–Rp 120 juta saban bulan. Dengan mempekerjakan 20 karyawan, dia bilang masih bisa mengantongi laba 50%.
Inovasi produk
Potensi bisnis rok tutu cukup cemerlang di Indonesia. Tren tutu ini mulai booming di dalam negeri pada 2021. Mulai saat itu, Fiona bilang, produksinya terus meningkat. Dia pun makin rajin menambah koleksi produk. Kini, Rumah Tutu punya 84 varian warna.
Permintaan rok tutu semakin deras mengalir, karena biasanya, seorang anak perempuan tidak hanya memiliki satu buah rok tutu. Boleh jadi, mereka mengoleksi beberapa warna sekaligus, untuk memadupadankan koleksi baju yang telah dimilikinya.
Bukan cuma rok tutu, produknya pun terus berkembang. Fiola juga sering mendapat pesanan untuk membuat kaus anak yang menjadi pasangan rok tutu. Tak cukup rok dan kaus, permintaan untuk membuat aksesori dan sablon sepatu balet lantas ikut bermunculan. Tak mau melewatkan kesempatan, Fiola menggarap pesanan kedua barang itu untuk mendongkrak omzetnya.
Bukan cuma Fiola, Kurnia Sekarsari juga melihat peluang yang masih terbuka lebar untuk berbisnis rok tutu. Namun, berbeda dengan Rumah Tutu yang selalu menyiapkan stok rok tutu, pemilik toko online Ninbo Shop di Yogyakarta ini mengadopsi sistem pre-order atau pesanan yang memungkinkan efisiensi bahan baku.
Meski menganut sistem pesanan, produksi Nia, panggilan akrabnya, tak kalah besar. Dalam seminggu, dia bisa memproduksi 200 hingga 300 helai rok tutu. Banderol harga rok tutu produksinya berkisar antara Rp 35.000 hingga Rp 215.000.
Tak heran, rentang harga produk Nia begitu lebar. Sebab, variasi rok tutu yang dibuatnya sangat banyak, baik menurut model, ataupun berdasarkan bahan yang digunakan.
Nia bilang, yang penting, produsen rok tutu harus rajin ber-inovasi menciptakan pilihan produk baru. Jika produk yang tersedia semakin beragam, pembeli tidak bosan. Selain itu, tutu pun bisa dikreasikan pada banyak produk fashion, seperti baju, sepatu dan aksesori. “Di masa mendatang, saya mau bikin rok tutu dengan kombinasi tile dan satin,” ujar dia.
Memberdayakan reseller
Konon, di negara asalnya, Amerika Serikat, rok tutu jadi busana wajib ketika berulang tahun maupun saat seorang anak menjadi tamu di acara ulang tahun. Tak jauh berbeda, di Indonesia, anak-anak memang memakainya bukan untuk kegiatan sehari-hari.
Rok tutu lebih banyak dikenakan saat mereka menghadiri acara-acara khusus. Tentu saja, mereka tak ingin punya penampilan yang sama pada setiap acara, sehingga koleksi rok tutu ini bukan hanya satu untuk setiap anak perempuan.
Seiring dengan pertumbuhan permintaan, supaya bisa menjangkau konsumen yang lebih luas, Tengku Fiola Ananta, pemilik Rumah Tutu, memilih memasarkan rok tutunya melalui reseller. “Saya juga tak jago jualan,” akunya. Bukan cuma reseller di Tanah Air, Fiola juga rutin mengirimkan produknya untuk reseller di luar negeri. Sebut saja, Belanda, Jepang, bahkan hingga Amerika Serikat. Sampai sekarang, setidaknya ada 40 reseller yang rutin memesan produk Rumah Tutu.
Agar tidak kehabisan stok untuk para reseller, Fiola sudah menyiapkan tiga gudang khusus untuk menyimpan pasokan rok tutu. Kapasitas tiap gudang yang berada di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, itu ada 7.000 helai rok tutu. Masing-masing gudang menyimpan rok tutu untuk satu ukuran, yakni small, medium, dan large. Menurut Fiola, stok ini mencukupi hingga Lebaran tiba.
Meski memakai sistem pesanan, Kurnia Sekarsari, pemilik Ninbo Shop, juga seringkali mengarahkan pembeli ritel yang datang untuk belanja di reseller yang tersebar di puluhan kota di Indonesia. “Maklum, kalau saya hanya bikin rok tutu, ketika ada permintaan dari reseller, sehingga bisa memperkirakan bahan yang dipakai,” ujar perempuan kelahiran Yogyakarta, 17 Oktober 1985.
Baik Fiola maupun Nia mengatakan, penjualan lewat reseller ini lebih efektif. Hanya, produsen tak boleh kaget, jika patokan harga yang ditetapkan reseller melambung tinggi. Oleh karena itu, ada baiknya menetapkan kisaran harga untuk para reseller tersebut.
Meski sempat diprotes agar menetapkan harga yang disarankan, Fiola tak melakukan hal itu. Dia pikir, dengan banyak untung yang diraup reseller, maka mereka makin giat berjualan. “Selama masih ada yang mau beli dan reseller mampu menjual, menurut saya, tak masalah,” tutup dia.
sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id/news/rok-makin-mekar-laba-makin-mengembang