Selasa, 14 April 2020

Kritik dalam Seni Tari

Gadis Rantau
Kritik tari secara umum sepanjang sejarahnya menjadi sebuah wacana yang kurang menyenangkan. Seyogyanya mengkritik dilakukan dengan santun, argumen yang jelas, seimbang dan adil dalam memaparkan potensi seni yang ditulisnya. Posisi seorang kritikus adalah penengah antara seniman dan audiens/ penonton, yang memiliki peran seperti pendidik seni. melalui tulisan kritikus, seorang seniman serta masyarakat umum memahami kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada sebuah karya seni serta tahu solusi untuk merevisinya.

Istilah kritik itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata krites (kata benda) yang bersumber dari kata “Kriterion” yaitu kriteria, sehingga kata itu diartikan sebagai kriteria atau dasar penilaian. Dengan demikian kita memberikan kritik itu harus memiliki dasar kriteria sebagai acuan. Kritik tari diperlukan oleh koreografer sebagai bagian dari sebuah evaluasi untuk meningkatkan kualitas kreativitas koreografinya, karena kritik adalah tanda penghargaan audiens terhadap proses kreatifnya.

Tujuan utama dari kritik adalah meningkatkan pengertian dan kenikmatan yang diberikan oleh karya seni, melalui pengkajian (penelaahan) yang mendalam tentang sebab-sebab kenikmatan dirasakan oleh nikmat karya seni. Seorang kritikus tari akan memberikan pandangan yang rinci disertai argumen cerdas dalam mengevaluasi karya tari, memberikan pemahaman kepada masyarakat umum mengenai nilai-nilai estetis yang ada pada sebuah karya. Dengan demikian kritik yang baik bersifat membangun, memberi evaluasi sekaligus memberi motivasi.

Pengertian kritik menurut beberapa tokoh antara lain :
  • R. C. Kwant dalam bukunya “Mens en Kritiek” (Manusia dan Kritik) mengartikan, Kritik adalah penilaian atas kenyataan yang dihadapi dalm sorotan norma atau kritik adalah penilaian atas nilai yang intesubjektif (Sudarminto, 1884).
  • William Henry Hudson dalam bukunya An Introduction to The Study of Literature menyebutkan “Kritik dalam arti yang tajam adalah penghakiman”

A. Kritik dalam Seni Tari
Kritik tari sebuah disiplin kritik memiliki pengertian tidak jauh berbada dengan pengertian kritik pada umumnya. Beberapa ahli telah mendeskripsikan pengertian kritik sebagai berikut :
  • Edi Sedyawati, bahwa kritik menjadi bagian yang tumbuh secara beriringan untuk meningkatkan proses kreatif. Artinya kritik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas karya tari (koreogafi). Edy Sedyawati memahami kritik tari sebagai sebuah upaya yang mengarahkan disiplin kritik untuk memberikan motivasi, rangsangan, dan sekaligus sebagai sarana meningkatkan mutu koreogrfi.
  • Bagong Kussudiardjo, sebagai berikut Kritik tari adalah memberikan jalan untuk lebih lancer memajukan serta meningkatkan nilai seninya, juga mengingatkan kesalahan yang dibuat oleh seorang penari, pencipta tari, dan ahlil tari.
  • Pendapat yang lain dapat disimak dari pendangan Edmund Burke Feldman dalam bukunya: Art as image and Ide. Tujuan utama dari kritik adalah meningkatkan pengertian dan kenikmatan yang diberikan oleh karya seni, melalui pengkajian (penelaahan) yang mendalam tentang sebab-sebab kenikmatan dirasakan oleh nikmat karya seni.
  • Pengalaman estetik Stolnitz (1966) yang dikutip oleh HB Sutopo sebagai berikut kritik seharusnnya berupa aktivitas evaluasi yang memandang seni sebagai objek untuk pengalaman estetik. Pengalaman tersebut dihasilkan lewat kajian teliti atas kerya seni.
  • Pandangan Flaccus (1981) yang merumuskan kritik sebagai sebuah studi rinci dan apresiatif tentang kerya seni. Dari pendangan ini, di satu sisi kritik merupakan keyakinan dan semangat yuang lebih besar dari logika seorang pencinta seni yang berusaha mendukung karya, sedang di sisi lain ia meruapakan analisis cendikia dan teliti atas kerya seni disertai berbagai tafsir dengan alasan-alasannya
  • S.D. Humardani memahami kritik sebagai sebuah penelitian mengenai bermacam-macam gejala dari berbagai sudut terhadap kerya atau kekaryaan seni dalam kehidupan seni. Usaha sebuah kritik adalah membuka jalan untuk memahami dan menentukan, atau mendudukan mana yang seharusnya terjadi dalam penyajian sebuah kerya seni secara bertanggung jawab.

Wujud Kritik Tari
Kritik dapat diperhatikan beradarkan dari wujud pengungkapannya, yaitu setidaknya ada dua antara lain sebagai berikut.
  • Krtitik pra-predikatif, artinya kritik yang belum menemukan predikat yang kongkrit. Kritik pra-predikatif tidak dapat dikenali secara jelas, tetapi dapat dirasakan kehadirannya melalui sikap seseorang atau sekelompok orang. Kritik pra-predikatif merupakan sebuah sikap antara sadar dan tidak sadar mereaksi sesuatu dengan tindakan tertentu, seperti berdecak, atau menggaruk-garuk kepala tanda tidak setuju dengan pernyataan seseorang, dan berbagai bentuk lain. Pada intinya, kritik pra-predikatif dilontarkan dalam bentuk tindakan untuk mereaksi sesuatu, tidak terkecuali anggukan kepala tanda seseorang yang mengagumi penampilan seseorang.
  • Kritik predikatif, yaitu kritik yang telah terwujud dalam media ungkap tertentu, bisa dalam bentuk wujud lisan (kritik verbal) dan kritik non-vebal, yaitu disampaikan melalui media tulis atau visual lainnya dalam setruktur tertentu.

Nilai Estetis Tari
Estetis atau estetika adalah nilai keindahan yang terdapat dalam karya seni. Seni tari sebagai bagian dari seni umumnya, sudah tentu memiliki nilai estetis untuk kriteria menilai keindahan gerak. Umumnya untuk menilai karya tari, dilakukan dengan memperhatikan konsep estetis seperti bagan di bawah ini.
  • Wiraga digunakan untuk menilai : Kompetensi menari, meliputi keterampilan menari, hafal terhadap gerakan, ketuntasan, kebersihan dan keindahan gerak.
  • Wirama untuk menilai : Kesesuaian dan keserasian gerak dengan irama (iringan), kesesuaian dan keserasian gerak dengan tempo.
  • Wirasa adalah tolok ukur harmonisasi antara wiraga (sebagai unsur kriteria kemahiran menari) dan wirama (sebagai unsur kesesuaiannya dengan iringan tari), kesesuaian dengan busana dan ekspresi dalam menarikannya.

Nilai estetik dalam sebuah karya tari harus memiliki tingkat kebaikan dan kegunaan. Nilai estetik tari merupakan ekspresi pengaturan rasa, pengalaman jiwa, dan sikap seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebuah karya tari yang di dalamnya mengandung nilai estetis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
  • Karya tari tersebut dapat mengungkapkan keharmonisan antara bentuk tari dan isi.
  • Karya tari tersebut menarik atau menggugah.
  • Karya tari tersebut dapat membawa penonton masuk ke dalam dunia khayal yang ideal.
  • Karya tari tersebut dapat membebaskan penonton dari suasana ketegangan.
  • Karya tari tersebut menyajikan suatu kebulatan organik.
  • Karya tari tersebut dapat mendorong akal penonton menuju perpaduan mental dan spiritual.

1. Tari Bali
Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar. Posisi badan cenderung condong, dan disertai ekspresi matayang lincah Hiasan kepala merupakan ciri khas Kebyar. Sikap tangan dan lengan dengan ruang yang terbuka lebar dan posisi sikut yang senantiasa sejajar dengan dada. Posisi badan cenderung condong, dan disertai ekspresi mata yang lincah. Antara badan dan kepala membentuk garis diagonal. Ciri khas genre Legong terdapat pada hiasan kepala dan busana.

Di dalam tari Bali, penilaian wiraga, wirama, wirasa memiliki identitas khusus yang tertuang dalam istilah :
  • Agem, Sikap badan, tangan dan kaki yang harus dipertahankan
  • Tandang. Cara berpindah tempat
  • Tangkep. Eskpresi mimik wajah yang memberikan penguatan pada penjiwaan tari

Estetika wiraga tari Bali dibangun dari kekokohan agem dengan posisi badan diagonal dalam tiga bagian yaitu kepala, badan dan kaki; tandang dan tangkep yang ditampilkan dengan baik dan benar menurut kaidah tradisi Bali. Kesan estetis yang ditumbuhkan dari penampilan tari Bali adalah dinamis, ekspresif, dan energik.

2. Tari Jawa
Tari Gatot Kaca-Jawa Tengah
Karakter putra alus dari tokoh Arjuna diperlihatkan pada sikap kaki dan tangan dengan ruang yang sedang. Hiasan kepala memakai mahkota wayang untuk ksatria alus. Koreografi yang simetris memberikan kesan tenang mengalun Karakter putra gagah dari tokoh Gatot Kaca diperlihatkan pada sikap kaki dan tangan dengan ruang yang luas. Hiasan kepala memakai mahkota wayang untuk ksatria gagah.

Penampilan tari atau wiraga dalam tari Jawa harus sesuai dengan karakter tokoh tari yang ditampilkan. Ruang, dan tenaga menjadi tuntutan dalam memerankan tokoh yang memiliki karakter. Ruang gerak sempit untuk karakter halus. Ruang gerak luas untuk memerankan tokoh sesuai dengan karakter gagah. Koreografi disusun dengan simetris, memberikan kesan seimbang, tenang dan mengalun.

3. Tari Sumatera
Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang. Geraknya ringan melayang, dinamis, pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. gendang

Karakteristik gerak tari Melayu adalah penari yang bergerak melayang ringan bagaikan berselancar meniti aliran air, kadang-kadang meloncat ringan bagaikan riak gelombang yang memecah membentur karang-karang kecil. Komposisi berkembang dari tempo yang perlahan, merambat cepat, dan mencapai klimaks kecepatan di bagian akhir.

Nilai Etis pada Tari
Kegunaan tari di Indonesia tentunya beragam, sesuai dengan etnis, agama dan suku yang dianutnya. Nilai-nilai etika setiap daerah tercermin dalam tari. Tari sebagai produk masyarakat berlandaskan pada nilai-nilai yang dianut masyarakat penyangga budayanya. Nilai estetis tergambar dalam penampilannya, sedangkan nilai etis dapat digali dari filosofi tarian tersebut. Nilai etis antar etnis di Indonesia itu berbeda

1. Nilai Etis pada Tari Bali
Barong dan Rangda adalah perwujudan simbolis dari kekuatan baik dan kekuatan jahat dalam mitologi Bali. Rwa Bhineda atau dua yang berbeda adalah dua kekuatan yang senantiasa bersaing di dunia, dan manusia berada di tengah dua kekuatan besar tersebut. Oleh karena itu manusia senantiasa dituntut dinamis dalam menghadapi dan mengantisipasi dua kekuatan yang berbeda dan bertentangan. Konsep budaya rwa bhineda tercermin dalam konsep estetis tari Bali yang senantiasa dinamis, energik dalam gerak yang cenderung asimetris. Nilai etis pada tari Bali terungkap dalam tabir konsep budayanya.

2. Nilai Etis pada Tari Jawa
Konsep estetis tari Jawa yang tenang mengalun, memiliki korelasi positif dengan konsep etis Jawa yang senantiasa mengutamakan ketenangan, keseimbangan keselarasan dan harmonis dengan alam.

3. Nilai Etika Tari Sumatera
Selaras dengan konsep budaya Melayu yang terekam dalam folklore Minang. ‘alam takambang jadi guru, adat basandi sara, sara basandi kitabullah‘ artinya alam yang berkembang menjadi guru, adat yang bersedi pada hukum, hukum yang bersendi pada kitab ALLAH. Tidak mengherankan, apabila budaya Melayu itu identik dengan Islami.yang tampak pada busana para penari yang selalu menutup tubuh.

B. Cara Menulis Kritik
  • Tahap pertama adalah menuliskan/mendeskripsikan bagian dari tari yang paling mengesankan. Bagaimana keistimewaan gerak tersebut dan bagaimana pula teman kalian melakukannya.
  • Tahap kedua adalah menganalisis gerakannya dengan memberikan argumen yang jernih mengenai keunggulan maupun kelemahan tari atas dasar konsep estetis (wiraga, wirama, wirasa) serta konsep etis dari budaya penyangga tarinya.
  • Tahap ketiga, adalah mengevaluasi tarinya, berarti mengemukakan sikap kalian pada tari tersebut. Apabila menurut versi kalian ada yang perlu diperbaiki tunjukkan saranmu kepada temanmu bagian gerak yang mana yang perlu diperbaiki.

Format membuat Kritik Tari :
No.Unsur TariKritik
1.Wiraga
Keterampilan menari............................................................
Hafal gerakan...........................................................
Ketuntasan...........................................................
Kebersihan...........................................................
Keindahan gerak...........................................................
2.Wirama
Kesesuaian dan keserasian gerak dengan irama (iringan)...........................................................
Kesesuian dan keserasian gerak dengan tempo...........................................................
2.Wirasa
Harmonisasi antara wiraga dan wirama...........................................................
Kesesuaian dengan busana...........................................................
Kesesuaian dengan ekspresi...........................................................
Sumber : Buku Seni Budaya Kelas XI, Kemendikbud